Iklan Air Mineral Al-Qodiri

header ads

Dicky, Santri Ingusan Yang Sok Jago Bahasa Arab dan Inggris (Cerpen Karya Santri)

Foto : Sosok Dicky (Al-Qodiri)
Secepat mungkin ku ambil photo adek di atas itu.

Ku ambil gambarnya dengan kamera seadanya. Karena, aku takut kehilangan momen yang berharga dan takut kehilangan ekpresi wajahnya yang sedang terlihat lelah dan mengantuk saat itu.

Namun, dia tetap tersenyum lebar memperlihatkan rasa semangatnya.

Sebuah kesemangatan yang terpancar tulus dari wajah polosnya dan sebuah kesemangatan yang sebentar lagi akan ku ceritakan keunikan ceritanya kepada kalian, agar kita dapat bersama-sama menggali inspirasi darinya.

Baiklah, sudah penasaran dengan ceritanya? Langsung saja simak di bawah ini!

Foto : Al-Qodiri
Waktu itu, sekitar pukul 10 malam, saya terdiam dan mengamati aktifitas seluruh santri di sebuah asrama yang bernama 'Wali Songo'. Sebuah asrama yang ditempati oleh para santri putra Madrasah Unggulan Pondok Pesantren Al-Qodiri 1 yang terletak di daerah kabupaten Jember, Jawa Timur.

Pukul 22.00 WIB memang waktu bagi santri di Madrasah Unggulan Al-Qodiri Jember untuk kegiatan wajib tidur. 

Sebelum itu, pukul 21.45, ku amati dari pagar depan asrama Wali Songo lantai dua, tampak para santri  kelas 1 sampai kelas 3, mereka sedang sibuk masuk dan keluar kamar mempersiapkan kebutuhan sekolahnya untuk esok hari dan mempersiapkan tempat tidur mereka masing-masing. 

Kulihat juga para ketua kamar atau santri kelas 4 yang sedang sibuk mengontrol anggotanya masing-masing.

Mereka juga mengingatkan kepada anggota kamarnya agar segera mempersiapkan seragam sekolah dan buku pelajaran untuk esok harinya.

Bahkan, sampai urusan kasur, bantal dan selimut pun juga tak lepas dari pengawasan para ketua kamar itu. 

"Hey, brother A'an, please tidy up your bed !" perintah Majid, salah seorang ketua kamar menyuruh kepada anggotanya untuk segera merapikan kasur yang terlihat acak-acakan.

"Yes, a..after this. Emm, wait sebentar, yes!" jawab salah satu anggota kamar yang masih kelas 1 itu dengan nada terbata-bata dan masih menggunakan kosakata campuran antara bahasa Inggris dan Indonesia dalam percakapannya.

Memang, seperti itulah para santri di Madrasah Unggulan Al-Qodiri Jember. Mereka sudah diwajibkan untuk menggunakan billingual bahasa Arab-Inggris dalam percakapan setiap hari dengan kawan-kawannya.

Khusus bagi santri kelas 1, mereka memang masih diberi keringanan. 

Mereka masih boleh mencampur antara bahasa Arab dan Inggris dengan bahasa Indonesia. Itu pun juga tidak boleh terlalu banyak memakai bahasa Indonesia dalam mencampurnya. Jika tidak, maka ketua kamar tak akan segan-segan untuk menegurnya secara langsung.

Kemudian, ku amati lagi aktifitas lain dari para pengurus asrama, santri di sini biasa menyebut nya dengan sebutan 'Pendar'. 

Mereka, anggota Pendar berasal dari santri senior kelas 5.

Ku lihat dari kejauhan, tampak para anggota Pendar sedang mondar-mandir dan naik-turun lantai satu dan dua. 

Mereka terlihat sangat serius untuk mengontrol para ketua kamar. 

Beberapa dari anggota Pendar sedang mengontrol santri senior yang mendapat tugas untuk piket jaga malam di asrama.

Sementara itu, kulihat dari kejauhan, terlihat beberapa anggota 'Murabbi' atau santri senior akhir kelas 6. Mereka sedang berjalan beriringan dari jalanan sekitar pesantren menuju asrama dengan menenteng buku yang terlihat tak asing lagi bagiku.

'Sebuah buku rapat?' tanyaku dalam hati.

Oh, rupanya mereka baru saja selesai melaksanakan agenda meeting di kantor Madrasah Unggulan. 

Mereka terlihat lelah. 

Raut wajahnya yang sayu, menampakkan bahwa mereka tengah memikirkan suatu hal yang baru saja mereka dapat dari hasil meeting tersebut. 

Aku mengerti. Mungkin mereka sedang memikirkan tentang kegiatan dan agenda-agenda yang baru saja dibahas pada forum meeting.

Sebagai 'Mudabbir', aku harus memastikan bahwa semua aktifitas dan kegiatan malam itu harus terkondisikan dengan baik. 

Sambil mengamati aktifitas para santri di sekitar asrama, kulihat ada tiga santri junior kelas 1 yang sedang mengobrol ringan di teras asrama sambil merebahkan tubuh mereka di atas kasur lipatnya masing-masing yang telah mereka gelar. Sepertinya, mereka telah siap untuk tidur.

Dengan gelagat agak sedikit menggoda, kurebahkan diam-diam tubuhku di samping mereka tanpa sepengetahuanya.

Ekspresi wajah kaget tergambar jelas di raut wajah ketiganya setelah mereka mengetahui keberadaanku secara tiba-tiba di samping mereka.

"Eh, Ustadz" Sapa kaget dari salah satu santri yang bernama Dicky sambil tersenyum malu-malu kepadaku.

"You haven't slept yet, my brothers?" tanyaku kepada mereka dengan menggunakan bahasa Inggris.

"Eh, we ... we... we no sleep" jawab Dicky dengan nada terbata-bata. Bahasa Inggris yang ia gunakan pun juga masih terdengar acak-acakan.

Saat itu, memang bertepatan dengan hari 'Pekan Berbahasa Inggris' di Madrasah Unggulan Al-Qodiri, yang mana seluruh santri di sana diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris jika ingin berbicara atau bercakap-cakap dengan santri lain selama satu minggu. 

Setelah itu, pada pekan berikutnya mereka diwajibkan untuk menggunakan bahasa Arab.

Kegiatan billingual harian itu akan berlangsung begitu seterusnya secara bergantian setiap minggunya antara pekan berbahasa Arab dan Inggris. Jadi, tidak heran jika dari tadi percakapan berbahasa Inggris tak luput dari pendengaranku. Tak terkecuali juga percakapan bahasa Inggris yang terdengar masih acak-acakan dari Dicky santri junior kelas 1 tadi itu he he.

Ya, itu karena memang mereka, santri junior kelas 1 masih baru beberapa bulan saja tinggal dan mondok di Al-Qodiri. 

Mereka masih tergolong santri baru. Sehingga, wajar bagi mereka jika kemampuan berbahasa Inggrisnya masih seperti itu. Jadi, ya maklumi saja lah.

"Oh, I see. Brother Dicky, Can you tell me about why you hanven't slept yet? I think it's time for you to sleep, right?" tanyaku lagi kepada Dicky sambil sengaja aku percepat intonasi bahasa Inggrisku supaya aku bisa sekaligus nge-test langsung kemampuannya dalam berbahasa Inggris.

Mendengar intonasi bahasa Inggrisku yang seperti itu, Dicky hanya bisa cengar-cengir saja. Dia kelihatan sangat bingung dengan pertanyaanku. Spontan saja dia langsung geleng-geleng kepala kepadaku, seakan memberi isyarat bahwa dia tidak mengerti dengan apa yang aku katakan. 

Aku hanya bisa tersenyum saja melihat gelagat dan ekspresinya yang seperti itu. Terlihat polos dan lucu sekali. 

Aku hanya tertawa kecil saja di dalam hati. Hal ini mengingatkan tentang masa laluku ketika aku dulu juga masih baru pertama kalinya mengenal dan belajar bahasa Inggris, sangat persis seperti itu.

Melihat reaksinya yang seperti itu, akhirnya ku jelaskan secara pelan-pelan kepada Dicky tentang pertanyaanku tadi. Setelah dia paham, baru aku melontarkan pertanyaan lain kepadanya secara pelan dan jelas. Tujuanku hanya ingin mengajak mereka bertiga untuk aktif dalam praktek berbahasa Inggris.

Anehnya, dari tadi, hanya Dicky saja yang begitu antusias dan semangat menjawab pertanyaan-pertanyaan dariku dan berusaha mencari tau maknanya. 

Sedangkan ke-dua teman di sampingnya hanya terlihat memperhatikan kami berdua saja yang sedang asyik mengobrol berbahasa Inggris. 

Sudah aku coba mengajak mereka berdua untuk praktek denganku juga, namun mereka hanya menjawab singkat saja. 

Mereka hanya tetap terus memilih memperhatikan kami berdua yang sedang bercakap-cakap dan mempraktekan bahasa Inggris. 

Tapi, aku tetap positif thinking saja ke mereka berdua. 
'Ah, mungkin mereka sedang antusias untuk mendengarkan saja. Aku harap dari situ mereka juga masih bisa belajar. Siapa tau mereka punya cara belajar dan praktek tersendiri' gumamku dalam hati.

Nah, kali ini giliran aku sendiri yang kewalahan meladeni dan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang Dicky lontarkan kepadaku. 

Kelihatannya, dia masih tetap terlihat semangat dan antusias untuk praktek percakapan berbahasa Inggris denganku meskipun saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 22.35 WIB. 

Hari sudah sangat larut malam. Ditambah lagi bahasa Inggris yang Dicky pakai dari tadi sangatlah luar biasa sekali, luar biasa membuatku pusing he he. 

Namun dengan senang hati, aku masih berusaha meladeninya. Walaupun sebenarnya, mataku ini sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi. But, I like it. Aku suka dengan anak yang bersemangat seperti itu.

"Ustadz, you, emm.. tomorrow, anu.. what? apa itu artinya kuliah?, nah, study, yes. You tomorrow study to campus bareng sama your friend, yes?" tanya Dicky kepadaku dengan bahasa Inggrisnya yang sangat keren itu he he, keren semangatnya maksudku.

"Yeah, ofcourse! I study at my campus tomorrow with all my friends" jawabku.

"oh, yes." sahutnya.

Setelah itu, Dicky tampak diam beberapa saat. Dia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku menduga kalau mungkin dia sudah mulai kelelahan saat itu. Tapi ternyata dugaanku meleset. Setelah diam beberapa saat, dia ternyata kembali mengoceh kepadaku.

'Wah, hebat sekali anak ini. Masih lanjut juga ternyata' gumamku dalam hati.

"Ustadz," panggilnya Dicky kepadaku.
"What's up brother"
"I want .. eee.., I want cerita, I want story"
"Oh, well, please! what's the story about?"

Rupanya kali ini dia bukan bertanya, tapi malah ingin bercerita tentang temannya kepadaku. Well, akhirnya masih aku turuti saja apa yang dia mau waktu itu.

"I story, emm.. about my friend. very very funny" Dicky memulai ceritanya.

"Really? So, how ?"
"Yesterday yes, my friend nyari-nyari food-nya dia"
"Bukan nyari-nyari, tapi 'Look For'. Jadi bahasa Inggrisnya mencari itu apa ?" ku coba mengajarkannya satu vocabulary kali ini.
"Look For" Kemudian dia mencoba menjawab dan mengulang tentang vocabulary yang baru saja aku ajarkan kepadanya.
"Coba diulang lima kali" perintahku kepadanya.
"Look For. Look For. Look For. Look For. Look For. emm.. finish ustadz" Dicky benar-benar menuruti perintahku dengan mengulang vocabulary tersebut sebanyak lima kali. Sungguh semangat sekali dia.

Dari cerita yang sedang ia ceritakan kepadaku saat itu, tanpa sadar dia sebenarnya juga sedang belajar beberapa materi tentang bahasa Inggris kepadaku. Sangat menyenangkan. Belajar sambil bercerita.

Kurang lebih sekitar pukul 23.10 WIB, aku harus menyudahi cerita-cerita dari Dicky yang sedang ia ceritakan kepadaku. Terhitung sekitar satu jam lebih kami berdua asyik mengobrol dan praktek berbahasa Inggris.

Karena, menurutku sudah terlalu malam bagi dia untuk masih tetap terjaga, jadi, terpaksa harus aku sudahi obrolan-obrolan seru kami berdua pada malam itu di saat Dicky masih ditengah-tengah kesemangatannya. 

Juga, ketika aku sedang mengamati sekeliling, terlihat ke-dua anak yang dari tadi memperhatikan obrolan kami berdua sudah terlihat lelap dalam tidurnya masing-masing. Hanya aku dan Dicky saja saat itu yang masih asyik terjaga.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Kamera. Ya, kamera. Aku butuh kamera saat itu untuk mengabadikan momen seru tersebut. Namun, sayangnya baterai HP-ku sedang lowbet

Sejenak aku berpikir untuk mencari akal agar tidak kehilangan momen seru itu.
'Oh, iya. Cari pinjaman HP. Nah, salah satu guru seniorku punya HP yang ada kameranya.' pikirku.

Secepat kilat aku pun langsung buru-buru datang ke kamar guru seniorku yang sangat aku segani. Gus Rizal. Begitu aku biasa memanggil beliau. Dengan rasa sungkan, aku beranikan diri untuk langsung terus terang kepada beliau akan maksud dan tujuanku saat itu.

Beberapa saat kemudian, aku dapat pinjaman HP dari beliau. 

Tanpa pikir panjang aku langsung mendatangi Dicky lagi untuk segera mengambil photonya dengan kamera HP seadanya. 

Dengan agak sedikit memaksa, aku menyuruhnya untuk duduk di bawah sinar lampu neon di dalam kamarnya. Karena dari tadi aku berkali-kali kerepotan untuk mengambil photonya. Alasannya, karena resolusi gambar di kamera HP Android yang aku pinjam dari Gus Rizal tadi sangatlah amazing dan bikin kepala jadi pusing he he. Maka dari itu, aku sampai memaksa Dicky yang dari tadi berbaring di atas kasur lipatnya di teras asrama untuk aku suruh dia agar segera bangun dan masuk di dalam kamarnya. Kemudian aku suruh dia untuk duduk di bawah lampu yang tidak begitu terlalu terang juga cahayanya.

"Cekrek, cekrek" berkali-kali aku ambil photonya, tapi tetap saja hasilnya tak sebagus yang aku inginkan.

Tapi it's no problem lah. Dari pada tidak ada photo sama sekali. Dan hasil photonya, ya bisa kalian lihat sendiri di atas. Gelap-gelap gimana begitu kan he he.

Photo dari santri kelas 1 di atas yang bernama Dicky, menggambarkan tentang kondisinya malam itu. 

Bisa kita lihat dari wajahnya yang sebenarnya sedang terlihat lelah, mengantuk dan seharusnya sudah istirahat saat itu. Namun dia seakan-akan sedang menyembunyikan ekspresi wajah kusutnya di balik balutan senyum yang imut dan manis. Sehingga, yang terlihat malah ekspresi wajahnya yang seakan sedang menunjukkan kesemangatan jiwa yang dia miliki. 

Anak ini benar-benar luar biasa menurutku. Dia seakan tak kenal rasa lelah dalam belajar dan praktek berbahasa di malam itu. Yang ada dibenaknya, mungkin supaya dia segera bisa menguasai bahasa Internasional yang sedang ia pelajari saat ini di pesantren Al-Qodiri.

Dan entahlah, apa yang sebenarnya sedang ada di pikiran Dicky saat itu. Dengan segala keterbatasan kondisi yang sedang lelah dan mengantuk, namun dia masih bisa menunjukkan senyum dan rasa semangat saat itu. 

Yang jelas bagiku, anak satu ini benar-benar telah menginspirasi pada malam itu. Hingga akhirnya dari inspirasi yang telah ia alirkan ke dalam diriku, membuatku terdorong untuk mengabadikan dan menuangkan momen penuh inspiratif tersebut ke dalam sebuah tulisan. 

Entah tulisan dalam bentuk apa? Aku juga masih belum tau. 

Hingga akhirnya aku putuskan saat ini untuk menuangkannya dalam bentuk cerpen sederhana yang penuh dengan kisah inspiratif di dalamnya. 

Dan cerpen yang sedang aku tulis saat ini, aku putuskan untuk memberinya sebuah judul 'Dicky, Santri Ingusan Yang Sok Jago Bahasa Arab dan Inggris'.

By              : Fuad Hasan.
Bassed On : Kisah nyata dari kehidupan di Lingkungan sebuah Pesantren di daerah Jember - Jawa Timur yang bernama 'PP. Al-Qodiri 1 Jember'

Posting Komentar

0 Komentar